Tinjauan Pustaka: Tata laksana Krisis Hipertensi

Tinjauan Pustaka: Tata laksana Krisis Hipertensi

dr. Karina Puspaseruni

Tinjauan Pustaka: Tata laksana Krisis Hipertensi

Tinjauan Pustaka: Tata laksana Krisis Hipertensi

dr. Karina Puspaseruni
Klinik Pratama Borneo Lestari, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Korespondensi: Jl. Tauman no. 3 Komplek Cahaya Ratu Elok, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Abstrak
Krisis hipertensi merupakan suatu kondisi di mana terjadi peningkatan tekanan darah arteri yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba pada pasien dengan hipertensi esensial atau sekunder. Berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan organ secara akut, krisis hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Pada hipertensi urgensi, tidak ditemui adanya tanda-tanda kerusakan organ secara akut sehingga pasien dapat diterapi dengan obat-obatan oral. Berbeda dengan kasus hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah disertai dengan adanya tanda dan gejala kerusakan organ akhir yang akut sehingga pasien memerlukan penurunan tekanan darah yang cepat dengan pemberian obat-obatan parenteral. Penyakit hipertensi memengaruhi hampir setiap organ tubuh baik pada tingkat mikro- maupun makrovaskular, sehingga apabila tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berpengaruh terhadap angka mortalitas dan morbiditas serta kualitas hidup pasien. Diagnosa, evaluasi,dan tata laksana yang tepat pada pasien hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan pada organ target dan mengurangi angka kematian.
Kata kunci: Krisis hipertensi, hipertensi emergensi, hipertensi urgensi

Abstract
A hypertensive crisis is an abrupt and severe rise in the arterial blood pressure going on either in patients with recognized essential or secondary hypertension. Based on the presence of target organ damage, it can be classified as a hypertensive emergency and hypertensive urgency. In hypertensive urgencies, there are no signs of acute end-organ damage, and orally administered pills might be sufficient. However, in hypertensive emergency cases, signs and symptoms of acute end-organ damage are present; and the treatment usually requires a quick-acting parenteral drug which will promptly reduce blood pressure. Hypertension affects almost every organ both in the micro- and macro-vascular level. Uncontrolled hypertension can lead to various complications associated with increase in morbidity and mortality rates, also reduction in quality of life. Proper diagnosis, evaluation, and management of hypertensive urgency and hypertensive emergency patients are expected to reduce the risk of target organ damage and mortality rates.
Keywords: Crisis hypertension, emergency hypertension, urgent hypertension

PENDAHULUAN

Manifestasi klinis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik 180 mmHg dan/atau diastolik 120 mmHg, dengan ataupun tanpa disertai tanda kerusakan organ, termasuk dalam istilah krisis hipertensi.[1] Krisis hipertensi yang disertai dengan adanya kerusakan organ target yang baru ataupun progresif diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi, sedangkan krisis hipertensi tanpa disertai kerusakan organ termasuk hipertensi urgensi.[1,2,4,5] HMOD (hypertension mediated organ damage) merupakan istilah terkait organ target yang mengalami kerusakan karena hipertensi. Hipertensi dapat memengaruhi baik mikro- maupun makrovaskuler sehingga adanya kenaikan tekanan darah yang tidak terkontrol dapat memiliki dampak pada sejumlah organ, antara lain: otak, mata, jantung, pembuluh darah, dan ginjal.[3]

 

TATA LAKSANA

Strategi penatalaksanaan pasien dengan hipertensi emergensi meliputi: (1) Menetapkan organ target yang terpengaruh; apakah diperlukan intervensi khusus selain menurunkan tekanan darah, dan adakah penyebab lain dari peningkatan tekanan darah akut yang mungkin memengaruhi rencana terapi (misalnya kehamilan); (2) Jangka waktu dan besaran penurunan tekanan darah yang dianjurkan untuk penurunan tekanan darah yang aman; (3) Jenis obat penurun tekanan darah yang diperlukan.[4] 

Terapi farmakologi pada  hipertensi emergensi, menggunakan obat-obatan intravena dengan waktu paruh pendek merupakan pilihan ideal sehingga memungkinkan untuk melakukan titrasi yang cermat terkait respons tekanan darah terhadap pengobatan pada fasilitas dengan pemantauan hemodinamik berkelanjutan.[4] Penurunan tekanan darah yang cepat dan tepat pada hipertensi emergensi dapat mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.[5] Dalam penanganannya, pasien hipertensi emergensi membutuhkan perawatan di rumah sakit dan pengawasan di ruang ICCU (intensive cardiac care unit) untuk pemantauan tekanan darah, penilaian dan pengobaran kerusakan organ target, serta pemantauan hemodinamik pada pemberian obat antihipertensi intravena.[4,6] Berikut beberapa pilihan obat yang dapat digunakan dalam penanganan hipertensi emergensi (lihat Tabel 1 dan 2).[4]Tabel 1 Pilihan Terapi Hipertensi Emergensi pada Kondisi Tertentu[4]

 

HELLP: hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets, MAP: mean arterial pressure, TDS: tekanan darah sistolik, TDD: tekanan darah diastolik.

Tabel 2 Karakteristik Pilihan Terapi Hipertensi Emergensi[4]

Berbeda dengan pasien hipertensi emergensi, pasien hipertensi urgensi umumnya tidak memerlukan rawat inap.[7] Pada kondisi hipertensi urgensi, penurunan tekanan darah  yang agresif pada pasien harus dihindari, sehingga penggunaan obat parenteral tidak dianjurkan, dan obat yang direkomendasikan adalah obat antihipertensi oral[6] (lihat Gambar 1). Setelah dikonfirmasi tidak ada kerusakan organ, penyebab hipertensi yang dapat diobati harus segera dicari dan diatasi.[8] Jika belum ditemukan, pasien dibiarkan beristirahat setidaknya 30 menit, setelah itu tekanan darah diukur kembali.[2] Jika tetap meningkat pada pasien dengan gejala ringan (sakit kepala, mual, sesak napas, palpitasi, epistaksis, kecemasan) dapat diberikan terapi antihipertensi (lihat Tabel 3) dan dijadwalkan kunjungan ke fasilitas kesehatan 1–2 minggu selanjutnya.[2]

ACEi: angiotensin-converting enzyme inhibitor, ARB: angiotensin receptor blocker, CCB: calcium channel blocker, MI: myocardial infarction, O.D.: once daily, TD: tekanan darah 

Gambar 1 Strategi terapi pada hipertensi tanpa komplikasi[4]

 

Tabel 3. Pilihan terapi antihipertensi oral[6]

 

ACEi: angiotensin-converting enzyme inhibitor, ARB: angiotensin receptor blocker, CCB: calcium channel blocker, CKD: chronic kidney disease, ER: extended-release, GFR: glomerular filtration rate, HF: heart failure, HFrEF: heart failure with ejection fraction, IHD: ischemic heart disease, IR: intermediate release, LA: long-acting, SR: sustained release

 

KESIMPULAN

Tata laksana krisis hipertensi mengacu pada presentasi klinis pasien dan memiliki prognosis yang berbeda terkait ada atau tidaknya kerusakan organ target akut. Ketika ditemukan kerusakan pada organ target seperti pada hipertensi emergensi, tata laksana yang tepat dapat melindungi fungsi organ yang ada, mencegah kerusakan lebih lanjut, dan mengurangi risiko komplikasi. Sedangkan pada hipertensi urgensi tidak memerlukan tata laksana yang agresif. Kunjungan berkala, minimal setiap bulan, disarankan bagi pasien krisis hipertensi untuk pemantauan tekanan darah dan menghindari risiko terjadinya komplikasi, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Brathwaite L, Reif M. Hypertensive emergencies: a review of common presentations and treatment options. Cardiol clin. 2019;37(3):275-86. doi: 10.1016/j.ccl.2019.04.003.
  2. Gauer R. Severe asymptomatic hypertension: evaluation and treatment. American family physician. 2017;95(8):492-500.
  3. Nadar SK, Lip GYH. The heart in hypertension. Journal of Human Hypertension. 2021;35(5):383-6. doi: 10.1038/s41371-020-00427-x.
  4. Williams B, et al. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension: The Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Society of Hypertension (ESH). European Heart Journal. 2018;39(33):3021-104. doi: 10.1093/eurheartj/ehy339.
  5. Miller J, McNaughton C, Joyce K, Binz S, Levy P. Hypertension management in emergency departments. American Journal of Hypertension. 2020;33(10):927-34. doi: 10.1093/ajh/hpaa068.
  6. Whelton PK et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the prevention, detection, evaluation, and management of high blood pressure in adults: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines. American College of Cardiology. 2018;71(19):e127-e248.doi:10. 1161/HYP.0000000000000066.
  7. Makó K, Ureche C, Jeremiás Z. An Updated Review of Hypertensive Emergencies and Urgencies. Journal of Cardiovascular Emergencies. 2018;4(2):73-83. doi: 10.2459/JCM.0000000000000223.
  8. Breu AC, Axon RN. Acute treatment of hypertensive urgency. Journal of hospital medicine. 2018;13(12):861. doi:10.12788/jhm.3086.
Hubungi Kami